Cerpen, 10 November

4
1565

Krettttttttttttttttt, gesekan suara lemari tua yang medesik tepat di gendang telingaku. Terdengar di ujung lorong kamarku tepatnya di dalam kamar kakek, kumencoba menyusuri lorong berjalan mengendap-endap, karena rasa keingintauanku sangat besar terhadap lemari tua misterius kakek tersebut. Pertanyaan yang sama selalu kulontarkan tentang isi lemari tua itu, tetapi selalu juga kakek merahasiakannya. Beruntung kakek tidak menutup pintu dengan rapat, jadi mataku bisa membidik apa yang sedang kakek lakukan.

Baju hijau tua, celana panjang hijau tua dilengkapi dengan topi berwarna kuning tua, dikeluarkannya dari lemari misterius kakek, dengan tangan gemeteran kakek memegang dan mencium baju tua tersebut. Sebelum ku melihat semuanya tak dimengerti suara pekikan Handphoneku berbunyi dengan lantangnya, ku langsung berlari menuju kekamar.

Duduk sesambil mengatur nafasku yang terengah-engah, takut kakek melihatku, mataku tajam melihat jam dinding yang tak pernah lelah mengatur waktu, tepat pukul 07:30, terdiam sejenak,berfikir,

“ Jam 07:30, Aku harus berangkat sekarang juga, sampai disekolah mungkin upacara telah selesai” dengan mimik cemas. Cukup dekat jarak antara rumahku dengan sekolah , berjalan kaki hanya menghabiskan waktu sekitar 5 menit , Sesampai di sekolah ternyata upacara sedang berlangsung, jika bergabung masuk ke barisan sama saja Aku sedang menyerahkan diri kepada hukuman, lebih baik Aku nongkrong di angkringan dekat sekolah, dan akan masuk setelah upacara selesai. Upacara bagiku adalah kegiatan dimana menyiksa diri, harus berdiri panas-panasan di bawah terik matahari yang menyengat kulit putihku”.

Kembali kesekolah setelah tahu upacara telah selesai, ku berjalan lirih berharap tak ada satu Gurupun yang melihatku, tetapi ,,,,,,,

“ Dava !!!” sahut Ibu Tari.

“ Iya Bu !” sejenak langkahku terhenti.

“ Dari mana ?? Bolos upacara lagi ?”.

“ E- dari-dari kantin Bu ….” Jawabku dengan nada takut.

“ Apah ?? Dari kantin, berdiri di tengah-tengah lapangan, hormat pada bendera, cepatt, itu hukuman buat kamu” Teriak Ibu Tari.

“ Iya Bu “ Jawabku dengan nada tak ikhlas.

Ahhh ….. sial, Ibu Tari memergokiku. Sudah sering Aku membolos upacara tapi baru kali ini Aku harus menerima hukuman, ( Gumam dalam hatiku ).

“ Cepattt, kamu tahu sangat berartinya upacara, dulu pahlawan kita memperjuangkan bendera merah putih dengan berbagai perjuangan, mereka rela mati hanya untuk mendapatkan 1 kata yang berarti yaitu “MERDEKA“, tapi apa, kamu tak punya sama sekali jiwa nasionalisme, hanya untuk berdiri beberapa menit saja tidak bisa, cepat berdiri disini, hormat pada bendera“ Petuah singkat Ibu Tari.

Sesambil kumempraktekan apa yang Ibu Tari perintahkan, ku merenung tentang ucapan Ibu Tari. Pulang dari sekolah, terdiam, lesu, wajahku yang tak tertata, ku langsung masuk kamar membaringkan tubuh lelahku, untuk membalas kelelahan yang Aku rasakan.

“ Dava !!!” panggil kakek dengan suara tuanya.

“ Iya kek, masuk saja”.

“ kenapa cucuku, tak biasanya kau terlihat loyo seperti ini ?”.

“ Aku dihukum kek, Alasanya Cuma sepele karena Aku tidak mengikuti upacara, buatku upacara itu nggak penting kek “.

“ Hust, jangan berkata seperti itu cucuku, Upacara itu nggak ada apa apanya jika dibandingkan dengan perjuangan kakek dulu yang begitu besar pengorbanannya“.

“ Hah ? Maksud kakek, kakek dulu seorang Veteran perang ?” tanyaku yang tak percaya.

“ iya “ jawab kakek sesambil menundukan kepala.

“ Jadi apa yang tadi pagi Aku lihat, itu stell baju perang kakek ?” tanyaku dengan nada penasaran.

“ Iya, Dan kamu harus tau cucuku, tidak mudah untuk mendapatkan bendera merah putih, Upacara dilakukan untuk mengenang jasa para pahlawan yang hebat, yang rela mati untuk Indonesia. Kamu sekarang hanya untuk mengenangnya saja tidak untuk berkorban nyawa, tapi kamu tak mampu melakukannya “.

“ Aku bangga sama kakek, kakek hebat, Aku janji kek Aku akan menjadi pahlawan seperti kakek, Tapi apakah Aku bisa menjadi Pahlawan sedangkan sekarang sudah nggak ada penjajah dari Belanda ataupun Jepang dari Inggris ataupun Portugis, Apa yang harus Aku perjuangkan dan korbankan kek?”.

“ Untuk menjadi seorang Pahlawan tidak harus kau berhasil membunuh atau melumpuhkan penjajah cucuku, melainkan melawan rasa malas, menumbuhkan jiwa nasionalisme, itu yang saat ini harus kau perangi, Besok hari Jumat tanggal 10 November adalah hari pahlawan, dan kakek diundang menghadiri sekolahmu untuk menjadi pembina upacara, dan kakek mau kamu harus jadi pengibar bendera dan membacakan puisi karyamu tentang pahlawan “.

“ Siap kek, trimakasih kek sudah menyadarkanku betapa pentingnya Upacara dan pentingnya memiliki jiwa Nasionalisme “.

****

Tiba di hari pahlawan, dengan penuh semangat ku mengikuti upacara hari pahlawan, rasanya seperti tidak mungkin, seperti mimpi,  Aku menjadi seorang pengibar bendera di hari Pahlawan yang sebelumnya hampir tak pernah Aku mengikuti upacara. Dengan waktu yang cukup panjang untukku  berlatih membuatku yakin Aku bisa melakukannya.

Semua peserta khusuk, hikmat, mengikuti jalannya upacara, tiba saatnya kakekku memberikan sedikit pengaruh kepada siswa-siswa agar menghormati para pahlawan, terutama pahlawan pemuda Indonesia dengan senjata pistolnya mampu menewaskan Brigadir Jenderal Mallaby ( pimpinan tentara Inggris untuk Jawa Timur) yang sampai sekarang belum diketahui identitasnya. Kita sebagai penerus bangsa wajib melanjutkan perjuangan pahlawan kita, MERDEKA …. MERDEKA …. MERDEKA.

Setelah sedikit kakekku memberikan binaan, selanjutnya adalah pembacaan puisi karyaku yang mengagkat tema Kemerdekaan,

Merdeka !

Diatas tanah ini terukir jelas jejak pahlawan

Maju membantai penjajah

Mewarnai tanah ini dengan merah darah

Hanya tertinggal tulang-belulang didalam bumi pertiwi ini

 

Merah darahku

Membakar semangat juangku

Putih tulangku

Menyucikan jiwa raga ini

 

Merdeka ….Merdeka …. ketika kata Merdeka terucap oleh mulut sang pejuang

Merah Putih berkibar seiring angin kemerdekaan

Seakan Membawa kabar gembira kepada warga pejuang

Dengan cara ini manca negara mulai mengakuimu

Ketika ada oknum  yang memporak-porandakanmu

Bambu runcing senjata kemerdekaan ini tak lagi bisu

Aku tak bisa diam tak bertingkah  jika  tikus berdasi merah menggerogoti kemerdekaanmu

Jangan kau lupakan Bung !

Ingat kemerdekaan ini karena adanya darah pengorbanaan pahlawan

 

Prook Prookk Prokkk ….. “ Suara tepuk tangan temanku mengiringi rasa bangga tersendiri bagi diriku , yang mampu melakukan semua ini”.

Di Akhir penutupan upacara dengan pemimpin upacara melapor kepada pembina upacara bahwa upacara telah selesai dilaksanakan.

“ Senang rasanya bisa menjadi Pahlawan walaupun tak seberapa yang Aku lakukan dibandingkan dengan Veteran perang, kakek” ucapku dengan rasa bangga.

 

Diusia muda ini pantas bila kita dijuluki sebagai penerus Bangsa yang mulia.Tidak harus melakukan hal yang besar untuk disebut sebagai Pahlawan, lakukan apa yang sekiranya kamu bisa untuk INDONESIA.

 

“ Perjuanganku lebih mudah karena mengusir penjajah, tapi perjuanganmu akan lebih sulit karena melawan bangsamu sendiri”. – Bung Karno.

4 KOMENTAR